Pokok Pemikiran Rene Descartes
Pokok Pikiran Rene Descartes
Descartes dikenal sebagai “Penemu Filsafat Modern” dan
“Bapak Matematika Modern”. Ia lahir pada tahun 1596 di La Haye, sebuah kota
kecil di daerah Tourine, Perancis.Pada tahun 1606 ia mengikuti pendidikan di
Jesuit College yang berada di kota La Fleche. Selama menempuh studi disana, ia
menjadi siswa kesayangan gurunya, walaupun Descartes menyatakan bahwa ia hanya
mendapatkan sedikit ilmu dan lebih banyak memberikan perhatian pada studi matematika.
Pada tahun 1616, Descartes mendapatkan gelar Baccalaureat dan Licence dalam
bidang hukum dari University of Poitiers.
Pada tahun 1649, Descartes berangkat ke Swedia atas undangan dari ratu Christina.
Setelah beberapa lama menunggu ia menyerah setelah mendapati banyak ketidakpastian
dari permintaan ratu Christina yang menyatakan bahwa ia akan dimasukkan ke
dalam golongan filsuf terkemuka. Pada tahun ini Descartes juga menerbitkan buku
Les Passions de l’ame (gairah jiwa). Tahun berikutnya 1650, Descartes meninggal
karena terserang penyakit pheneumonia sebagai akibat dari iklim yang ada di Swedia
dan ketatnya jadwal yang diinginkan oleh sang ratu.
Sebagai seorang filsuf, Descartes memiliki
konsep sendiri tentang pengetahuan. Menurut beliau pengetahuan adalah keyakinan yang yang
berdasarkan pada sebuah alasan yang kuat yang tidak bisa digoyahkan oleh alasan
lain yang muncul kemudian.Metode yang digunakannya adalah meragukan semua
pengetahuan yang ada. Hal ini terlihat pada bukunya yang berjudul Meditations
dimana ia
menempatkan keraguan sebagai renungan pertama.
Descartes
menyandarkan keraguannya pada semua kepercayaan yang ada dalam dirinya pada sebuah
alasan, yaitu keyakinan yang tidak bisa digoyahkan, keyakinan yang nyata yang
diketahui oleh orang umum yang biasa digunakan dalam prinsip matematika.
Menurut
beliau, ada beberapa langkah untuk mencapai pengetahuan yang tidak ada lagi
keraguannya. Dalam Ensiklopedi Filsafat disebutkan empat aturan dalam
menjalankan metode “keraguan” Descartes, yaitu:
1.
Menerima bahwasanya tidak ada sesuatu yang benar (true). Hal ini berguna
untuk mencegah adanya dugaan dan prasangka dalam menentukan kebenaran, untuk menerima
kebenaran itu apa adanya yang tidak ada celah untuk meragukannya kembali.
2.
Mengelompokkan berbagai masalah yang akan diperiksa sebanyak yang bisa dilakukan
dan yang dibutuhkan untuk mencapai kebenaran tersebut, yang kemudian diselesaikan
dengan cara yang paling baik/tepat.
3.
Memasukkan pemikiran subjek (peneliti/pemikir) sesuai dengan masalahnya, dimulai
dari objek yang paling mudah dimengerti, kemudian meningkatkannya secara
perlahan. Atau dengan cara mengetahui yang paling rumit sesuai dengan keadaan
sekalipun hal tersebut tidak nyata, yang diantaranya tidak sesuai dengan peristiwa
alam yang saling berkaitan satu sama lain.
4.
Yang terakhir adalah dengan memberikan penomoran terhadap semua kasus
dengan lengkap dan meninjaukembali secara umum supaya terhindar dari ketiadaan (nothing).
Langkah pertama cukup jelas dengan meragukan semua kebenaran yang ada agar
tidak terjadi perselisihan antara kebenaran yang ada di dalam pikiran dengan
kebenaran yang ada dalam realitas alam. Hal ini bisa disebut dengan menghapuskan
doktrin atau tradisi yang terdapat di dalam pikiran manusia dari Ia dilahirkan
hingga Ia bertemu dengan sesuatu yang belum diketahui kebenaran aslinya.
Langkah kedua yaitu dengan mengelompokkan masalah-masalah yang ingin diteliti
kebenarannya kemudian diselesaikan dengan cara yang tepat. Semua hal yang berkaitan
dengan masalah yang ingin diketahui kebenarannya tersebut dikelompokkan sesuai
tema dan inti permasalahannya agar tidak terjadi kesalahan di dalam memahami kebenaran
yang ingin diungkap. Dengan begitu, kebenaran akan terbuka satu-persatu seiring
dengan terpecahkannya masalah yang sudah dikumpulkan sebelumnya.
Langkah ketiga yaitu dengan memasukkan pemikiran subjek sesuai dengan masalahnya.
Pada langkah ini, setelah semua masalah diketahui dengan jelas dan telah dilihat
dari berbagai aspek yang meliputi hal tersebut, subjek mulai memasukkan pemahaman
yang ada dalam pikirannya untuk membuka secara perlahan inti dari masalah
tersebut, dimulai dari hal yang paling mudah hingga hal yang paling sulit, atau
sebaliknya, dimulai dari hal yang paling rumit hingga bisa menjawab hal yang
paling mudah. Misalkan meneliti kepribadian dan cara berpikir seseorang untuk
mengetahui sejauh mana ia menilai kebenaran dari sebuah pengetahuan. Hal yang
paling mudah bisa saja dengan mengetahui sejarah hidupnya, kemudian latar
belakang intelektualnya, dilanjutkan dengan kebiasaannya dalam berpendapat
hingga masuk ke alam pemikirannya. Atau sebaliknya dengan mencoba menerobos
alam pikirannya dari gaya pengungkapan dan pemilihan bahasanya yang kemudian
dilanjutkan dengan melihat kebiasaannya sehari-hari.
Langkah terakhir adalah verifikasi terhadap semua masalah yang ada dan memberikan
tanda tertentu terhadap permasalahan yang sudah diselesaikan. Hal ini bertujuan
agar tidak ada masalah yang tertinggal atau luput dari penyelesaian. Semua masalah
yang telah diselesaikan ditinjau kembali untuk mendapatkan pemahaman yang tepat
terhadap kebenaran yang didapatkan.
Sumber :
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32371986/rasionalisme.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1491499628&Signature=Js0t3lISMlEAC1xu%2BXReg9utbvA%3D&response-content-disposition=inline%3B%20filename%3DReview_of_Descartes_Meditation_on_Philos.pdf
Komentar
Posting Komentar